MASYARAKAT dikejutkan dengan pemberitaan yang mengatakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan tindakan pembuangan semena-mena tesis penelitian. Pemberitaan mengenai ini dipublish di laman rumahbacakomunitas.org.
Dalam laman itu dijelaskan kalau pihak LIPI mulai mengosongkan rak buku penelitian dan membuang semua disertasi dan tesis cetak. Beberapa dari tesis itu juga dianggap didaur ulang kembali untuk menjadi bubuk dan dibuat kertas lagi.
Pernyataan ini dianggap tidak berdasar dan membuat masyarakat berpikiran negatif mengenai lembaga riset terbaik di Indonesia tersebut. Plt Kepala Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah (PDDI) LIPI Hendro Subagyo memberikan pernyataan resmi mengenai kasus ini.
Menurutnya, informasi yang disampaikan terkait pemusnahan disertasi dan tesis penelitian dan me-ngiloin hasil penelitian itu salah besar. Berkurangnya disertasi dan tesis penelitian cetak dikarenakan LIPI tengah mengubah konsep dokumentasi hasil penelitian ke arah digital.
"Salah satu upaya peningkatan layanan PDDI adalah melakukan proses weeding atau penyiangan koleksi yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman serta secara fisik sudah rusak parah. Mekanisme weeding dan stock opname ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebijakan reorganisasi LIPI," ucapnya dalam keterangan resmi yang diterima Okezone.
Dia melanjutkan, mekanisme ini adalah berjalan rutin setiap tahun. Terakhir kali dilakukan LIPI pada 2015. Menurut Hendro, saat ini, penyiangan (weeding) ini disalahartikan sebagai penghapusan koleksi disertasi dan tesis dengan menjual koleksi tersebut.
Mekanisme weeding adalah proses normal di dunia perpustakan untuk memeriksa koleksi perpustakaan, judul per judul untuk penarikan permanen berdasarkan kriteria penyiangan, terutama kondisi fisik dari koleksi tersebut.
Lebih lanjut Hendro menambahkan, Revolusi Industri 4.0 memungkinkan pertukaran informasi antar lembaga yang dapat dilakukan secara digital. Ditambah lagi, perkembangan teknologi informasi saat ini telah mendisrupsi perilaku pencarian informasi perpustakaan dan proses penerbitan literatur.
Pencarian informasi saat ini dimudahkan dengan jaringan internet yang menyediakan akses kepada jurnal online dan buku digital yang bisa didownload dari aplikasi yang dimiliki perpustakaan.
"Penerbitan jurnal khususnya di Indonesia sudah diarahkan untuk diterbitkan secara online dengan tujuan memperluas jangkauan pembaca. Berdasarkan data dari ISJD Neo (www.isjd.pdii.lipi.go.id) terdapat 14.801 judul jurnal yang dapat diakses secara online. Kemudian penerbitan buku juga sudah mulai bergeser ke dalam bentuk digital,” ujarnya.
Alasan ini yang mendorong PDDI mengalihkan layanan Jurnal Nasional ke layanan digital dan online melalui sistem ISJD (pengguna harus registrasi dan tidak dikenakan biaya untuk akses artikel full text jurnal).
"Saat ini, koleksi- koleksi fisik dari majalah dan jurnal internasional, sudah diganti dengan akses langganan versi digital. Sedangkan koleksi majalah dan jurnal dalam negeri termasuk yang dipertahankan koleksi fisiknya. Koleksi-koleksi penting dan bersejarah juga tetap kami simpan. Meskipun ada digitalisasi, fisiknya tetap kami pertahankan,” jelas Hendro.
Sementara itu, untuk koleksi tesis dan disertasi yang masuk dalam literatur kelabu (grey literature), Hendro menjelaskan, tidak dipertahankan dalam bentuk cetak karena koleksi yang disimpan di PDDI adalah salinan tesis dan disertasi untuk dokumentasi metadata.
"Berdasarkan Keputusan Menristekdikti No 44/M/Kp/VII/2000, setiap lembaga pemerintah wajib menyampaikan tiga salinan literature kelabu yang berkaitan dengan iptek. Satu rangkap untuk dijadikan sebagai bahan analisis dalam pembuatan kebijakan di Kemenristekdikti dan dua rangkap diserahkan ke PDDI untuk didokumentasikan dan diinformasikan ke masyarakat luas," terang Hendro.
Dirinya menjelaskan sebelum dilakukan penyiangan atau bahkan digitalisasi, PDDI memastikan tesis dan disertasi aslinya masih tersimpan di perguruan tinggi asal.
"Lewat program Repositori-Depositori Ilmiah, kami memfokuskan ke preservasi data primer hasil penelitian dan kekayaan intelektual. Kami mulai melakukan proses digitalisasi aset-aset koleksi bersejarah agar tetap awet serta lebih mudah diakses masyarakat tanpa harus datang langsung ke PDDI LIPI," ujarnya.