Era Industri 4.0, Kualitas Pendidikan dan Guru Perlu Ditingkatkan

Era Industri 4.0, Kualitas Pendidikan dan Guru Perlu DitingkatkanFoto: Dok MPR
Kunci meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah mudahnya akses pendidikan berkualitas kepada generasi muda Indonesia.

Apalagi generasi muda Indonesia saat ini telah memasuki era generasi milenial yang sangat erat kaitannya dengan revolusi industri 4.0.

"Konstitusi kita mengakomodir hal tersebut dengan tegas mengamanahkan bahwa seluruh rakyat Indonesia memiliki hak menikmati pendidikan yang layak serta adil dan merata untuk semua warga negara, itu sebagai dasar landasan proses terciptanya sumber daya manusia Indonesia yang unggul," kata Anggota MPR Fraksi Golkar Hetifah Sjaifudian dalam keterangannya, Kamis (1/8/2019).

Pendidikan yang berkualitas, lanjut Hetifah, harus didukung oleh sarana, prasarana dan pendidik atau guru yang berkualitas pula. Untuk itu, upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas serta mutu bidang pendidikan seperti pelatihan-pelatihan untuk para guru dan akreditasi lembaga pendidikan, mesti didukung penuh.

Hal tersebut disampaikan Hetifah dalam gelar acara Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat dengan tema 'Semangat dan Tantangan Perbaikan Mutu Pendidikan Karakter Melalui Penjamin Mutu Yang Berkualitas Di Era Milenial (Industri 4.9 Era Disrupsi)' dan bedah buku 'Self Accreditation, Perbaikan Mutu Pendidikan Setelah Penjaminan Mutu' karya Ade E. Sumengkar, di Ruang Presentasi Perpustakaan Setjen MPR RI, Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, hari ini.

Hadir dalam acara tersebut, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Setjen MPR RI Siti Fauziah, Guru Besar Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Prof. Ari Purbayanto, Ketua Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal (BAN PAUD dan PNF) Provinsi Jawa Barat Ir. Zulkarnaen dan penulis buku 'Self Accreditation' Ade E. Sumengkar serta sekitar 200 peserta para kepala sekolah dan guru-guru TK, PAUD, Kelompok Belajar dari Jabodetabek dan beberapa daerah seperti Aceh, Cirebon, dan Sukabumi.

Diungkapkan Hetifah, dukungan terhadap upaya-upaya agar mutu bidang pendidikan di Indonesia harus datang dari berbagai elemen bangsa terutama yang berkompeten seperti pemerintah dan legislatif.

"Diskusi, pembahasan seperti acara bedah buku ini akan menjadi masukan bagi kami khususnya di parlemen, untuk melakukan yang terbaik buat peningkatan mutu pendidikan Indonesia," jelasnya.

Hal tersebut diamini Kepala Biro Humas Setjen MPR RI Siti Fauziah. Akses pendidikan yang berkualitas, menurutnya, memang sangat dibutuhkan generasi milenial Indonesia. Dan tentu saja hal tersebut juga harus didukung dengan mutu dibidang pendidikan yang berkualitas mulai dari sarana prasarana serta para pendidiknya, apalagi tantangan bangsa ke depan makin besar dan berat.

"Saya sangat mengapresiasi kiprah para pendidik atau guru yang bahkan harus menempuh jarak yang sangat jauh dan terpencil demi kecintaannya kepada anak-anak didik dan dunia pendidikan," katanya.

Diungkapkan Siti Fauziah, MPR sendiri berkiprah juga dalam bidang pendidikan dalam program Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan mengedukasi berbagai elemen masyarakat termasuk generasi muda bahkan usia TK untuk memahami kembali Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika dengan berbagai metode seperti menggambar, mewarnai sampai ke metode pembuatan prangko Empat Pilar.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Ari Purbayanto melihat bahwa bangsa ini memiliki permasalahan besar terhadap anak-anak bangsa yang masih banyak tidak memiliki akses pendidikan yang layak karena kemiskinan.

Seperti, banyak anak-anak para TKI buruh perkebunan di luar negeri yang sangat minim akses ke pendidikan yang layak. Jika hal tersebut didiamkan berlarut-larut maka bangsa ini akan mengalami lost generation.

"Tapi patut diapresiasi, dengan dukungan pemerintah Indonesia dan pemerintah tempat TKI bekerja serta dukungan CSR perusahaan- perusahaan pemberi kerja, sekarang ini banyak bermunculan Community Learning Center (CLC) dengan mutu sarana dan prarasana serta guru yang baik untuk para TKI dan anak-anak para TKI, dan akan lebih luas lagi penyebarannya di masa depan. Kita bisa berharap banyak jika ini terus terjaga," tandasnya.

Acara Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat sendiri adalah acara rutin periodik yang digelar selama setengah hari oleh Bagian Perpustakaan Biro Humas Setjen MPR RI bekerja sama dengan penulis dan penerbit buku. Acara tersebut berisi bedah buku-buku yang isinya berbobot dan berkualitas, serta dipadu diskusi seru dari para narasumber yang juga berbobot, dengan tema diskusi berkaitan erat dengan buku yang bedah.

sumber: https://news.detik.com/berita/d-4648848/era-industri-40-kualitas-pendidikan-dan-guru-perlu-ditingkatkan
Share:

Sekolah, Militer, dan Paradoks Bela Negara

Sekolah, Militer, dan Paradoks Bela NegaraFoto: Lamhot Aritonang
Dua minggu lalu, saya berkesempatan mengikuti Diklat Training of Facilitator Bela Negara Wakasek Kesiswaan dan Guru PKN Se-Jawa Barat di Bandung. Inti kegiatannya mengarahkan agar Wakasek Kesiswaan dan Guru PKN menjadi pelatih sekaligus kader siap bela negara di sekolah masing-masing.

Program kerja sama antara Menhan dan Mendikbud itu merupakan kelanjutan dari "tentara masuk sekolah". Kegiatan ini dilakukan guna menjawab maraknya penyebaran isu-isu radikalisme sampai luntur-pudarnya rasa nasionalisme yang menunjukkan perkembangan memprihatinkan belakangan ini.

Bahkan, diketahui alasan penyelenggaraan kegiatan ini adalah ulah para siswa yang semakin indisipliner. Makanya, Mendikbud meyakini dengan dimasukkannya jiwa koprs tentara ke sekolah, harapannya siswa menjadi lebih disiplin.


Tapi, disiplin militer itu kan komando "siap laksanakan!"? Apapun itu, kalau datang dari atasan, maka "siap laksanakan!" --apakah itu cocok diterapkan di sekolah? Disiplin sekolah memang harus, tapi menyamakannya dengan batalyon, itu urusan lain, beda cerita.

Ancaman Non Militer

Ancaman yang merongrong NKRI sejatinya tidak selalu bersifat militer, berupa perang yang meluluhlantakkan medan pertempuran. Bukan hanya itu. Malahan, yang juga tak kalah pentingnya adalah ancaman non militer. Pada konteks ini, misalnya keinginan untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain, atau munculnya ragam pemikiran yang bisa merusak antarsesama bangsa Indonesia.

Apalagi dengan didukung oleh perkembangan teknologi informasi. Ancaman demikianlah yang sekarang ini masif terjadi dan membahayakan. Menanggapi ancaman seserius itu, Mendikbud kemudian meminta dukungan kepada perwira militer? Maaf, tentara dan nasionalismenya adalah harga pasti, tidak ada keraguan apalagi penawaran. Tapi, pada konteks ancaman kekinian, nanti dulu.

Karakteristik militer bagaimanapun adalah garis komando yang ketat dan terpusat. Saya belum bisa membayangkan bagaimana karakter itu kemudian dekat dengan siswa ketika pembinaan karakter kebangsaan sedang digalakkan. Apakah para siswa mesti manut "siap laksanakan!" tanpa diberi kebebasan untuk bertanya, mengkritik, dan mengoreksi?

Padahal, sebagai lembaga pendidikan, sekolah tugas utamanya adalah melatih cara berpikir logis dan mengasah kritisisme sehingga siswa mampu memahami sebuah persoalan dengan menyeluruh dan mendasar. Bukankah buah dari nalar kritis mendasar itu adalah juga bibit yang kelak di kemudian hari dapat mengarahkan peserta didik menjadi pribadi yang sadar akan bangsanya sendiri, bermoral, dan berintegritas?

Poin dasar bela negara terletak pada keyakinan bahwa Pancasila sebagai ideologi adalah harga mati. Karenanya, yang dibutuhkan untuk anggapan itu adalah pribadi-pribadi terbuka, lentur, dan kreatif memahami masalah secara mendasar. Bukan malah kebalikannya. Ini nyata terjadi, hal yang sesungguhnya sangat disayangkan muncul ketika kegiatan diklat kala itu berlangsung.

Begini, ketika membahas soal ideologi Pancasila sebagai dasar negara, muncul wacana "bos-bos Cina". Dalam diskursus yang sedang berlangsung itu, forum seolah ramai akan tepuk tangan. Suara seakan menjadi satu, mengatakan secara bersamaan bahwa Pancasilais sejati adalah juga nasionalisasi aset-aset ekonomi terhadap ancaman yang berbau Cina. Pokoknya anti-China, demikianlah maksud dari diskursus kala itu.

Saya sebetulnya geram, konten sensitif yang dapat memancing SARA itu muncul. Dalam urusan niaga-dagang-ekonomi, persaingan adalah pasti. Ketika itu dipahami dalam konteks pembicaraan tentang ancaman terhadap Pancasila, ini yang ditakutkan memancing emosi SARA. Lagi pula, sebagai ideologi, Pancasila mengandung justru nilai langit yang mengawang jauh di sana. Persoalannya, bagaimana nilai "kelangitan" itu diejawantahkan dalam praktik kemanusiaan yang membumi.

Pada kasus ini, menempatkan ancaman pada proporsi yang adil dan beradab dalam persona kemanusiaan-universal juga salah satu alasan kita disebut Pancasilais. Artinya, jika bersama kita mengamini Pancasila sebagai ideologi, yang semestinya tidak hanya dalam ucap melainkan semenjak dalam pikiran, maka pada konteks di atas setidaknya tempatkan ancaman itu secara adil.

Menutup Mata

Sungguh disayangkan, program diklat bela negara yang konon mematok target 100 juta orang Indonesia menjadi kader itu akan rutin dilaksanakan. Ada dua poin yang sungguh sangat disayangkan. Pertama, menyoal anggaran. Pada praktiknya, kegiatan macam begini membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, apalagi mematok target 100 juta orang. Entah konsumsi, transportasi, logistik, dan urusan administrasi.

Padahal, ketimbang menggunakan anggaran untuk memenuhi atribut formal-literal berupa "apa" itu nasionalisme, bela negara, Pancasila dan "apa-apa" lainnya itu, lebih baik meramaikan program kesekolahan dengan atribut "mengapa" dan "bagaimana" nasionalisme itu diterapkan.

Kedua, para pemangku kebijakan seolah menutup mata dari ancaman yang di awal kita sebut non militer tadi. Ironisnya, bukankah ancaman itu nyata dirasakan sedang melanda? Kecanggihan teknologi dengan adanya smartphone kenyataannya malah tidak membuat para user semakin pintar. Ya, apalagi kalau bukan kesenangannya menyebar hoaks, yang dapat merusak modal sosial rasa saling percaya. Bukankah bangsa ini bisa hidup sampai sekarang karena mempercayai Pancasila sebagai ideologi negara?

sumber: https://news.detik.com/kolom/d-4649742/sekolah-militer-dan-paradoks-bela-negara
Share:

Lagi, Sri Mulyani 'Sentil' Hasil Nihil Anggaran Pendidikan

Foto: Erwin Dariyanto/detikcomFoto: Erwin Dariyanto/detikcom
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengeluhkan anggaran jumbo sektor pendidikan Indonesia yang hingga saat ini belum memberikan dampak signifikan.

Pemerintah sudah mengadopsi anggaran pendidikan sebesar 20% dari total APBN selama 10 tahun.

"Karena 10 tahun mengadopsi 20% namun hasilnya tidak seperti di Vietnam, dari berbagau macam tes yang kita dapatkan tidak memuaskan seperti yang kita harapkan, anggaran tetap dialokasikan," kata Sri Mulyani saat diacara Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8/2019).

Kualitas pendidikan Indonesia berdasarkan PISA (Programme for International Student Assesment) Test, kata Sri Mulyani kalah dengan negara tetangga seperti Vietnam. Padahal, posisi alokasi anggarannya sama-sama 20% dari total APBN.

Pada tahun 2019 jumlah anggaran untuk pendidikan mencapai Rp 492 triliun, anggaran bidang kesehatan Rp 123 triliun, dan juga berbagai kebijakan yang menyangkut SDM, apakah menyangkut dana desa dan dari kementerian lembaga lain.

Demi meningkatkan kualitas pendidikan, Sri Mulyani mengaku pemerintah terus membahas mengenai singkroninasi sistem pendidikan nasional.

Salah satu sinkronisasi yang dilakukan, lanjut Sri Mulyani adalah menyamaratakan kualitas pendidikan, kualitas guru, kualitas anggaran.

"Ini isu kebijakan sektor pendidikan yang perlu dibahas terus menerus," jelas dia.

"Karena menghadapi berbagai tantangan fundamental dengan sumber daya manusia (SDM)," tambah dia.
sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4658647/lagi-sri-mulyani-sentil-hasil-nihil-anggaran-pendidikan
Share:

Sri Mulyani Kritik Hasil Anggaran Pendidikan Tak Maksimal






Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR/Foto: Grandyos ZafnaMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR/Foto: Grandyos Zafna

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengkritik anggaran pendidikan yang menurutnya hingga kini belum memberikan hasil signifikan. Selama 10 tahun terakhir alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan tiap tahun jumlahnya meningkat terus.

"Karena 10 tahun mengadopsi 20% namun hasilnya tidak seperti di Vietnam, dari berbagai macam tes yang kita dapatkan tidak memuaskan seperti yang kita harapkan, anggaran tetap dialokasikan," kata Sri Mulyani saat diacara Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8/2019).

Berikut pernyataan Sri Mulyani seputar anggaran pendidikan yang belum memberikan hasil maksimal:

sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4659967/sri-mulyani-kritik-hasil-anggaran-pendidikan-tak-maksimal
Share:

MOS dan Puskesmas Masuk Sekolah

MOS dan Puskesmas Masuk SekolahFoto: Ainur Rofiq
Bulan Agustus identik dengan masuknya peserta didik baru di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Momen penerimaan peserta didik baru (PPDB) ini memberikan kesibukan yang "menyenangkan" bagi petugas Puskesmas Situraja, Kabupaten Sumedang.

Melalui hasil wawancara yang kami lakukan dengan Kepala Puskesmas Situraja, akan ada banyak permintaan diadakannya pemeriksaan kesehatan untuk penemuan dini kasus penyakit, serta penyuluhan kesehatan sebagai salah satu agenda dalam kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS).

Menurut pengalaman Puskesmas Situraja, penemuan dini dilakukan di berbagai jenjang pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA terhadap siswa-siswi baru di sekolah tersebut. Di sisi lain, kegiatan penyuluhan kesehatan yang dilakukan meliputi kesehatan reproduksi, NAPZA, dan HIV/AIDS.


Menariknya, permintaan untuk melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan oleh beberapa sekolah di wilayah kerja Puskesmas Situraja tidak serta merta terjadi. Awalnya, puskesmaslah yang meminta waktu untuk melakukan kegiatan penyuluhan di sekolah-sekolah tersebut.

Menurut Kepala Puskesmas Situraja yang kami wawancarai, mungkin sekolah-sekolah tersebut telah melaksanakan manfaat dari penyuluhan kesehatan yang dilakukan sebelumnya, sehingga tahun ini pihak puskesmas tidak lagi menjadi pihak yang meminta, melainkan diminta untuk melakukan penyuluhan kesehatan.

Bercermin dari hal yang dialami Puskesmas Situraja tersebut, perkembangan upaya preventif dengan penemuan dini dan promotif berupa penyuluhan kesehatan tersebut patut diapresiasi. Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum memiliki paradigma sehat dalam kehidupan sehari-hari. Belum mau tahu tentang hal-hal terkait kesehatan sebelum ia atau orang terdekatnya mengalami sakit.

Tentu saja pemerintah telah memiliki berbagai macam program ideal untuk meningkatkan perilaku kesehatan masyarakat melalui GERMAS, CERDIK, dan sebagainya yang dikomunikasikan secara masal. Namun sepertinya upaya promotif ini masih belum menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Mungkin hanya kader kesehatan atau petugas puskesmas saja yang mengetahui adanya program tersebut.

Mengumpulkan masyarakat untuk menjadi peserta sosialisasi seringnya menjadi tantangan tersendiri bagi petugas kesehatan. Biasanya petugas kesehatan akan masuk dalam perkumpulan ibu-ibu PKK, pengajian, atau posyandu bila ingin melakukan penyuluhan.

Preventif dan Promotif

Masuknya kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan di sekolah-sekolah menjadi hal yang sangat menarik untuk terus dilakukan di masa depan. Meskipun bisa jadi hanya tersendat pada pengetahuan, tidak sampai terwujudnya perilaku kesehatan, kegiatan penyuluhan di antara siswa baru merupakan momen yang menyenangkan dalam melakukan upaya promotif perilaku kesehatan. Tidak perlu susah mengumpulkan masyarakat, murid-murid baru akan dengan sangat patuh dan penuh perhatian mendengarkan penyuluhan yang akan disampaikan petugas kesehatan.

PPDB tidak hanya menjadi cerita dalam dunia pendidikan, tetapi juga bidang kesehatan. Tidak dapat dipungkiri, pendidikan dan kesehatan menjadi dua aspek penting yang berkaitan dengan kualitas pembangunan manusia. Perkawinan antara dua aspek ini dalam peristiwa yang dialami Puskesmas Situraja menjadi pembelajaran penting bahkan dapat diangkat menjadi salah satu program preventif dan promotif secara nasional.

Telah disadari sejak lama bahwa bidang kesehatan bukan kegiatan sektoral. Melainkan sangat membutuhkan kerja sama lintas sektoral yang saling membutuhkan dan menguntungkan. Bukan untuk sang pemangku kebijakan saja, tetapi juga untuk masyarakat yang berhak untuk dipenuhi kebutuhannya akan pengetahuan kesehatan.

sumber: https://news.detik.com/kolom/d-4663849/mos-dan-puskesmas-masuk-sekolah
Share:

JK: Tiap Ganti Menteri Rombak Kurikulum Itu Wajar


JK: Tiap Ganti Menteri Rombak Kurikulum Itu Wajar Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) menilai wajar perubahan kurikulum tiap pergantian menteri pendidikan. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi)

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai wajar apabila menteri pendidikan berganti maka kurikulum juga akan ikut berubah. Hal itu, kata JK, tak lepas dari pengaruh pendidikan dan teknologi yang terus berkembang.

"Banyak yang mengatakan tiap ganti menteri rombak kurikulum. Itu wajar saja, karena teknologi, pendidikan berubah, berdinamika sekarang," ujar JK saat memberikan sambutan dalam Kongres PGRI XXII di Britama Arena, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (5/7).

Menurutnya, menjadi guru di masa sekarang lebih sulit ketimbang dulu karena terus mengikuti perubahan yang terjadi. Menurutnya, kondisi murid zaman sekarang pun ikut berubah.


"Kalau masa lalu semua ikut guru, murid hanya mengiyakan saja, mendengarkan. Pada dewasa ini, ilmu, teknologi, dapat dengan mudah diperoleh di internet. Apabila guru tidak belajar dengan baik, dengan cepat, bisa-bisa muridnya lebih pintar dari gurunya," katanya.

Ia pun meminta agar para guru zaman sekarang tak hanya mengembangkan ilmu secara formal namun juga membekali diri dengan pengetahuan teknologi. Hal itu dinilai penting alih-alih membahas soal kesejahteraan guru semata.

"Jadi di sini kita bukan hanya evaluasi kesejahteraan yang diperoleh tapi juga kemampuan, mutu, dan cara kita bekerja bersama untuk mendapatkan negara yang baik," ucap JK.

JK tak menampik banyak pihak tidak puas dengan kesejahteraan guru saat ini. Namun ia mengklaim kesejahteraan guru sekarang ini sudah jauh lebih baik.

"Kesejahteraan guru tentu masih banyak yang kurang puas tapi masih jauh lebih baik dari masa sebelumnya. Tak terkecuali guru honorer yang mendapat gaji lebih rendah, yang selalu menjadi perhatian pemerintah," tuturnya.

Kongres PGRI digelar sejak 4 Juli hingga 7 Juli mendatang di Jakarta. Acara yang digelar tiap tahun itu dihadiri guru dan pengurus PGRI yang datang dari berbagai daerah. Dalam kongres itu di antaranya membahas mengenai pengangkatan guru honorer hingga sertifikasi guru non PNS.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190705174338-20-409534/jk-tiap-ganti-menteri-rombak-kurikulum-itu-wajar
Share:

Hasil SBMPTN 2019, Cek di CNNIndonesia.com Besok

Hasil SBMPTN 2019, Cek di CNNIndonesia.com Besok Hasil SBMPTN 2019 akan diumumkan 9 Juli 2019. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019 akan diumumkan besok, Selasa (9/7) pada pukul 15.00 WIB. Hasil tersebut juga bisa dilihat di CNNIndonesia.com.

Daftar pendaftar yang dinyatakan lolos seleksi di 85 perguruan tinggi negeri akan diumumkan secara online.

Ketua Pelaksana Eksekutif LTMPT Budi Prasetyo mengatakan jumlah peserta yang mendaftar SBMPTN pada tahun 2019 mencapai 780.806. Namun, hanya  714.651 orang yang mengikuti Uji Tulis Berbasis Komputer (UTBK).

Dari jumlah yang mengikut UTBK, sebanyak 360.329 orang mengikuti tes program studi saint dan teknologi (saintek), 345.895 mengikuti tes program studi sosial hukum (soshum), dan sisanya 8.247 pendaftar mengikuti tes campuran (saintek dan soshum).

Berdasarkan status pendaftarannya, ada 541.338 peserta yang mendaftar melalui jalur reguler. Sedangkan 173.313 lainnya mendaftar melalui jalur bidik misi.


Budi belum bisa membeberkan jumlah bangku perguruan tinggi negeri yang diperebutkan melalui SBMPTN tahun ini. Menurutnya data statistik masih terus berubah berdasarkan dinamika yang terjadi.


"Ada beberapa PTN yang calon mahasiswa yang diterima SNMPTN tidak daftar ulang. Sehingga ada pengalihan dan itu masih dikerjakan statistiknya," kata Budi.

Peserta yang dinyatakan lolos akan melakukan tahap selanjutnya yaitu registrasi ulang di masing-masing kampus yang dituju.

SBMPTN berbeda dengan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang digelar awal tahun ini. SNMPTN  dilakukan dengan menyaring calon mahasiswa yang berprestasi secara akademik menggunakan nilai rapor SMA dan prestasi lainnya yang berhubungan dengan program studi yang dipilih.

Dalam penerimaan mahasiswa melalui SNMPTN, rekam jejak SMA juga dipertimbangkan. Seleksi ini sudah dilaksanakan pada Januari hingga Februari lalu. Dan pengumumannya sudah diumumkan sejak 23 Maret 2019.


Sementara itu SBMPTN merupakan sebuah uji tertulis yang dapat diikuti oleh calon mahasiswa yang tidak dapat mendaftar SNMPTN.  Pada tahun ini dilakukan juga dengan seleksi menggunakan hasil dari UTBK yang dilakukan sebelum seleksi SBMPTN. Artinya, calon mahasiswa yang ingin mengikuti SBMPTN harus memiliki nilai UTBK sebelumnya.

Share:

Saat Siswa Singapura Stres karena Tekanan Akademik


Saat Siswa Singapura Stres karena Tekanan Akademik Ilustrasi (Foto: robarmstrong2/Pixabay)

Anak-anak sekolah di Singapura berjuang melawan stres karena tekanan akademik yang tinggi. Tingkat stres dan kecemasan anak di Singapura serta jumlah anak usia sekolah yang mengunjungi dokter ahli penyakit jiwa atau psikiater menunjukkan peningkatan.

Sebuah studi dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menemukan, meskipun anak-anak Singapura berhasil secara akademik, mereka mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi terkait sekolah daripada negara lain.

Anak-anak melaporkan gejala kecemasan dan stres yang berkaitan dengan sekolah, bahkan di tingkat sekolah dasar. Beberapa kasus serius bahkan menunjukkan anak di Singapura memiliki dorongan untuk bunuh diri.

"Anak-anak dipaksa untuk menjadi dewasa terlalu cepat tanpa dasar yang relevan dan kekuatan nalar untuk meyakinkan diri sendiri," kata psikolog Daniel Koh dari Insights Mind Center, dikutip dari AFP.


Koh banyak menangani anak-anak usia sekolah. Paling muda, dia pernah merawat seorang siswa tahun pertama sekolah dasar yang stres karena berjuang beradaptasi dari taman kanak-kanak ke sekolah dasar.

Sebuah kelompok pencegahan bunuh diri, Samaritans of Singapore melaporkan. banyak siswa yang menghubungi mereka terutama menjelang periode ujian. Pada 2016, seorang anak berusia 11 tahun bunuh diri karena stres harus mengungkapkan hasil ujian tengah tahun yang gagal kepada orang tuanya.

"Selama beberapa tahun terakhir, berdasarkan pengalaman klinis saya, saya telah melihat lebih banyak remaja yang berasal dari sekolah terbaik dan melaporkan mengalami stres terkait sekolah," kata Lim Choon Guan dari Institute of Mental Health Singapura.

Tingginya tingkat stres dan kecemasan anak di Singapura ini terjadi lantaran aktivitas melelahkan dan tuntutan tinggi yang mereka dapatkan. Seorang anak akan melewati hari yang melelahkan di sekolah hingga tuntutan belajar di rumah berdampak pada kesehatan mental anak.

Survei dari OECD juga menunjukkan, anak-anak Singapura menghabiskan waktu 9,4 jam seminggu untuk pekerjaan rumah, terbanyak ketiga di dunia.

Mengubah Sistem Pendidikan

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Singapura tengah berupaya mengurangi stres di sekolah. Singapura baru saja memulai reformasi pendidikan dengan membatalkan beberapa tes akademik dan menghilangkan proses yang kaku.

"Kita harus menyeimbangkan kegembiraan belajar dan kerasnya pendidikan," kata Menteri Pendidikan Ong Ye Kung saat ia mengumumkan beberapa perubahan awal tahun ini.

Langkah-langkah itu mencakup menghilangkan beberapa ujian di sekolah dasar dan menengah dan mengelompokkan siswa menurut kemampuan dalam mata pelajaran yang akademis seperti matematika dan sains. Siswa juga diharuskan mengikuti kelas-kelas seni, musik, dan pendidikan jasmani.

Para orang tua juga akan diyakinkan bahwa pendidikan bukan satu-satunya jalan yang menentukan kesuksesan anak.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190709105636-284-410417/saat-siswa-singapura-stres-karena-tekanan-akademik
Share:

'Disentil' Sri Mulyani, Muhadjir Benahi Anggaran Pendidikan


'Disentil' Sri Mulyani, Muhadjir Benahi Anggaran Pendidikan Muhadjir akan membenahi struktur anggaran pendidikan tahun depan. (CNN Indonesia/Safir Makki).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan bakal merapikan struktur anggaran pendidikan tahun depan. Hal itu menjadi respons atas keluhan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di beberapa kesempatan.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengeluhkan kualitas pendidikan yang dihasilkan masih belum sebanding dengan uang yang dikeluarkan pemerintah. Padahal, dalam 10 tahun terakhir, anggaran pendidikan mendapat porsi 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Muhadjir mengaku sudah dua kali menggelar rapat dengan Sri Mulyani bersama jajarannya untuk membenahi struktur anggaran pendidikan. Pembenahan difokuskan agar anggaran yang dikucurkan negara tidak salah pemanfaatannya.


"Saya mendampingi untuk merapikan struktur anggaran pendidikan, agar betul-betul tepat sasaran dan tidak salah guna," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (14/8).


Namun demikian, Muhadjir enggan merinci apa saja yang perlu diperbaiki dalam struktur anggaran pendidikan tersebut. Pasalnya, saat ini masalah tersebut masih dibicarakan dengan Sri Mulyani.

"Banyak itu, makanya ini sedang kami bicarakan dengan Menteri Keuangan," tuturnya.

Sebagai informasi, dalam APBN 2019, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp492,5 triliun atau 20 persen dari total anggaran negara. Angka tersebut meningkat 12 persen dari tahun lalu sebesar Rp435 triliun.

Belanja tersebut digelontorkan melalui belanja pusat seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian riset dan Teknologi, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Selain itu, anggaran itu juga disalurkan melalui Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam bentuk Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190814141440-532-421260/disentil-sri-mulyani-muhadjir-benahi-anggaran-pendidikan
Share:

Tak Punya Gedung, Siswa SMP di Bogor 8 Tahun Telantar

Share:

Recent Posts