Era revolusi industri 4.0 masa depan bangsa Indonesia bertumpu kepada anak muda sebagai penerus bangsa. Kreativitas dan inovasi dari anak muda akan melahirkan berbagai sumber ekonomi baru yang diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi bangsa di era Revolusi Industri 4.0.
Oleh karena itu, mempersiapkan anak muda Indonesia untuk menjadi Making Indonesia 4.0 akan merubah banyak aspek, seperti revolusi budaya dan revolusi manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Bukan sekadar revolusi teknologi, namun revolusi yang membawa nilai dan norma baru dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Program Making Indonesia 4.0 merupakan bagian dari Revolusi Mental yang menjadi agenda nasional. Revolusi Industri 4.0 menjadi peluang bagi Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi dengan pikiran dan hati terbuka untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik.
Menurut Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., saatnya semua pihak mempersiapkan kaum muda menghadapi era baru yaitu revolusi industri 4.0. Revolusi industri yang menuntut kompetensi dari sumber daya manusia yang luar biasa, tidak hanya ketekunan dan kepandaian, namun juga kecerdasan-kecerdasan yang lain seperti kecerdasan emosional seperti bekerja sama dengan orang lain.
“Padahal, berempati dengan orang lain, team work yang bagus seperti itulah yang dituntut oleh revolusi industri 4.0. Bayangkan saja jika budaya kita masih 0.4, hal itu tidak bisa lagi, artinya kita egois tidak saling membantu, tidak memiliki kompetensi. Tidak punya email saja di zaman sekarang itu sudah suatu ketertinggalan. Tidak bisa mengirim email, lalu tidak bisa mengirim informasi melalui WA, itu juga suatu ketertinggalan," kata Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan Djagal Wiseso Marseno, seperti dilansir dari laman resmi Universitas Gadjah Mada, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Djagal menuturkan UGM merasa senang dan menyambut baik kedatangan para mahasiswa-mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi dalam forum dua tahunan ini. Diharapkan para mahasiswa bisa mempergunakan kesempatan ini untuk saling bertukar informasi dan membentuk jaringan yang kuat sesama penerima beasiswa bidikmisi.
“Kita tentunya berharap 10 atau 20 tahun lagi kedepan para alumni penerima bidikmisi ini betul-betul akan diperhitungkan oleh negara," ujarnya.
Djagal menuturkan pemerintah mendesain bidikmisi karena setelah dilihat rantai kemiskinan atau lingkaran setan kemiskinan itu hanya dapat diputus dengan pendidikan. Statistiknya memperlihatkan yaitu sebanyak 80% orang sukses ternyata melalui pendidikan. Selebihnya, 20% atau bahkan 10%, seperti Bill Gates yang tidak lulus S1 tapi sukses, namun tetap saja jumlahnya tidak banyak.
“Untuk itu adik-adik mahasiswa yang mengenyam pendidikan tinggi harus memanfaatkan kesempatan ini menjadi momentum untuk merubah nasib dari yang tidak punya menjadi punya. Menjadi orang miskin tidak enak, saya pernah merasakan, mau begini tidak bisa, begitu tidak bisa karena keterbatasan ekonomi tadi. Maka benar kata Ainun Najib aniaya dirimu selagi masih muda, sebelum kamu dianiaya di hari tuamu, artinya mumpung masih muda Anda menempa diri dengan pengalaman-pengalaman agar bisa membentuk diri menjadi manusia yang tangguh," ucapnya.